Mengintip Jodoh Titipan Allah

Share:

Oleh: Abu Teuming
Ketua FKPAI Aceh dan tokoh kece Penyuluh Agama Islam

Engkau selalu mendambakan pangeran seperti Rasulullah, tetapi tidak berkeinginan menjadikan diri seperti Khadijah dan Aisyah. Jangan berharap pria salih dan wanita salihah jika masih enggan menata diri menjadi pribadi seperti harapanmu.      

Jodoh selalu menjadi objek misterius bagi anak Adam. Menjadi perbincangan hangat di kalangan muda dan mudi. Kadang jodoh dijadikan momok menakutkan disenja usia yang mulai produktif untuk menikah. Hal ini disebabkan insan yang hendak menikah merasa was-was jika mendapatkan pendamping hidup tidak tepat. Mereka tidak ingin ibadah yang sakral ini kecolongan dengan pilihan pendamping hidup yang salah. Hal yang paling merasuk pikiran mereka adalah kesempatan menikah itu hanya diidamkan sekali seumur hidup, sehingga even monumental tersebut tidak boleh terlaksana jika tanpa kematangan penuh bagi mereka yang ingin berumah tangga.

Sangat tidak layak bagi insan yang ber-i’tiqad semua sudah tertulis dalam ilmu Allah tentang tindak tanduk hambanya yang disebut qadha dan qadar. Namun dalam hati mereka masih tersimpan keresahan akan kedatangan pangeran berkuda atau bidadari bermata biru. Percayalah, jika engkau yakin Allah itu penciptamu, maka Allah tidak akan menciptakanmu dengan tujuan menyusuhkan hidupmu. Seluruh isi alam ini mampu Allah ciptakan dalam sekejap, apalagi hanya seorang insan yang akan mendampingimu menuju surga Ilahi. Hal itu amat mudah bagi Allah. Engkau hanya diperintahkan menanti dalam kesiapan. Berdoa dalam harapan. Karena dia akan datang dari arah yang tidak engkau duga sebagai mana rezeki menghampirimu dari arah yang tidak disangka-sangka. Ketauhilah, rezeki tidak terbatas pada material. Kedatangan jodoh yang salih dan salihah adalah rezeki yang tidak pernah akan disesali seumur hidup.

Jika merasa persoalan jodoh adalah perkara berat bagimu, maka mesti pula engkau yakin bahwa Allah tidak pernah memberatkan hamba-Nya di luar batas kemampuan mereka.

Sebagaimana tersebut dalam surat Al-Baqarah: 286, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’".

Lalu jika jodoh bukan masalah utama dalam hidup, sudah semestinya insan yang masih berstatus muda tidak menunjukkan sikap khawatir terhadap jodoh. Keresahan itu hanyalah bujukan setan untuk menunda pernikahanmu. Menunda agar engkau terus hidup dalam kesendirian tanpa pasangan, sehingga setan lebih mudah menggelincirkanmu ke lembah maksiat walaupun bukan dalam bentuk zina terang-terangan. Sekurangnya-kurangnya was-was itu akan menghantuimu sehingga aktivitas tidak dapat engkau tunaikan dengan maksimal. Terkadang persoalan jodoh ternga-nga di kepala ketika menunaikan salat. Inilah iblis, dia akan mencari celah dalam bentuk apa pun untuk menggoda manusia agar ketaatan mereka kepada Allah berkurang. Padahal semua orang tahu, menikah adalah pilihan tepat untuk menyelamatkan diri dari fitnah.

Diriwayatkan dari Imam Al Ghazaly, menikah itu menyempurnakan agama dan bentuk keutamaan nikah. Kebiasaan perkara yang merusak diri seseorang ada duah hal, yaitu kemalauan dan perutnya. Jelas, dengan menikah berarti seseorang telah menyelamatkan diri dari bujukan iblis. Ia telah membentengi diri dari pengaruh syahwat. Ia lebih mampu menundukkan pandangan dari objek liar.

Sadarlah, inilah tujuan setan mewanti-wantimu agar menunda nikah dengan dalih jodoh yang datang belum memenuhi kriteria. Padahal Rasulullah menasihati,“Tiga hal yang harus disegerakan, salat ketika tiba waktu, menguburkan jenazah dan menikahkan wanita bila telah baligh”, (HR. Tirmidzi dan Imam Ahmad).

Bila hati merasa tenteram saat memandangnya, nyaman berada di sisinya, dan pancaran akhlaknya terpuji maka terimalah ia. Segerakan pelaksanaan akad. Mencari yang sempurna itu tidak mudah. Apalagi mendambakan suami sekaliber Rasulullah, seperti para sahabat. Manusia era modern ini tidak akan mungkin menyamai para panutan itu. Selama ia sudah berada dalam koridor agama, jangan khawatir menerimanya. Tanpam cantik bukanlah segalanya, harta lambat laun akan lenyap, hanya agama yang akan kekal abadi.

Yakinlah, jodoh itu pasti ada. Hanya saja kedatangannya yang masih tertunda. Jodohmu akan mempersiapkan diri seiring dengan semangatmu memantaskan diri untuk mendapatkanya. Keterlambatan hadirnya jodoh disebabkan beratnya kriteria yang ditentukan. Padalah jodoh itu mudah. Mereka ada di mana-dimana. Hanya saja perlu ikhtiar kuat untuk menjemputnya oleh lelaki sejati. Pastinya, perlu kesetiaan kaum perempuan untuk menanti dalam diam.

Pun demikian, tidak ada dosanya wanita menawarkan diri untuk dinikahi oleh pria idamannya. Perkara tidak diterima tawaran bukanlah masalah, karena sang wanita bukan mengajak pacaran, apalagi berzina. Tetapi ia mengajak untuk keselamatan. Sungguh tindakan seperti itu terdapat panutan dalam syariat agung ini.

Benar, jangan merasa telah melakukan perbuatan hina saat menawarkan diri untuk dinikahi kaum pria. Justru kelakuan hina saat adanya wanita yang membuka keran kepada lelaki agar mudah diajak lalu membina hubungan pacaran yang jelas terlarang dalam agama.

Lihatlah catatan sejarah, pernikahan pertama Rasulullah dengan siti Khadijah terjadi atas lamaran ummul mukminin, Khadijah kepada nabi yang berusia 25 tahun, sedangkan Khadijah berumur 40 tahun.

Dalam riwayat populer, seorang perempuan menawarkan diri kepada Rasulullah untuk dinikahi. Lalu sahabat berkata, “Ya Rasul, bila engkau tidak berkenan padanya, nikahkanlah aku dengannya.”

Baginda tidak memandang hal itu sebuah tawaran tercela, apalagi menghukumnya hina. Dalam slogan lama dikenal “sumur cari timba”. Sumur diibaratkan wanita, sedangkan timba seolah pria. Dalam kehidupan nyata tidak pernah terjadi sumur dibawa ke tempat timba berada. Tetapi justru timbalah yang mesti dihadirkan ke sumur, lalu baru airnya ditimba.

Sedangkan orang akhir zaman merasa tindakan seperti ini sangat tidak etis. Ada anggapan seolah wanita yang tidak punya marwah dan harga diri. Tetapi sebaliknya, ini kehormatan muslimah sejati dibandingkan budaya barat yang merasuk dalam jiwa generasi Islam saat ini dengan kemasan pacaran. Walau pacaran kadang ajakan para lelaki, tetapi hubungan ini lebih hina dari pada tawaran wanita kepada pria untuk dinikahi. Selama agama tidak menilainya buruk, silakan kerjakan dan jangan merasa sinis bila ajakan nikahmu tidak digubris. Satu langkah kemenangan ada di pihakmu, yakni memahami tuntunan yang benar dalam mencari jodoh.

Perbincangan jodoh tidak hanya menjadi pembicaraan mulut sesama insan. Kini naluri mencari jodoh sering dituangkan dalam tulisan kecil media sosial. Bahkan tersedia wadah khusus yang diberikan label ‘biro jodoh’. Sebuah kesalahan ketika muslim ingin merajut hubungan keluarga lalu menjaring jodoh lewat media sosial. Lewat biro pertemuan yang justru tidak layak diperankan oleh kaum muslimin. Media sosial bukan media yang tepat membantumu bertemu jodoh, karena ia tidak dapat menyaringnya. Lihat sosok Rasulullah. Mengapa wanita itu begitu yakin dengan tawarannya, sebab yang ditawarkan adalah pribadi insan kamil, suci , dan terpercaya. Bila Rasulullah tidak berminat, ia mencari pengganti yang layak bagi wanita itu. Demikian seharusnya yang dilakukan umat sekarang. Mencari jodoh melalui guru-guru terhormat, terpercaya dalam kehidupan sosial. Mereka punya murid sebagaimana Rasulullah punya sahabat yang memang pantas untuk dijadikan imam keluarga atau ibu untuk anak-anaknya.

Memang, dasar hukum nikah itu sunat. Mencari pahala sunat melalui jalan haram adalah perbuatan tercela. Biro jodoh model tayangan di televisi dewasa ini jelas tidak mengandung unsur syar’i sama sekali. Tetapi malah melanggar rambu-rambu yang digariskan agama. Tidak tepat mencari jodoh yang hukumnya sunat dengan jalan model biro jodoh yang jelas-jelas memenuhi kriteria haram. Mencampur adukkan antara yang haram dengan sunat sangatlah tercela. Jodoh memang tidak akan ke mana, tetapi ada di mana-mana. Hanya saja engkau perlu ikhtiar untuk menjemputnya walau di tepi jurang sekalipun.

Optimislah, jangan merasa diri tidak pantas untuk menikahi pria yang menurutmu terlalu suci, walaupun dirimu sekurangnya pernah menjalin hubungan pacaran atau kemungkaran lainnya. Allah berfirman dalam surat An-Nur; 26,“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).”

Ayat ini menunjukkan kesucian Aisyah r.a. dan Shafwan dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Rasulullah adalah orang yang paling baik, maka pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istrinya. Namun demikian, lelaki baik untuk wanita baik juga bermaksud cita-cita ke depan. Dalam diri mereka tertanam kuat niat tulus membangun rumah tangga sesuai perintah Al-Qur’an dan hadis. Mendambakan terciptanya keturunan salih serta bergaransi islami.

Ingat, para sahabat ternama Rasulullah, seperti Abu Bakar, dan Umar bin Khattab dahulunya hidup selalu bergelimang maksiat. Tetapi kepercayaan mereka pada ajaran Islam telah menguburkan sifat jahiliyahnya, lalu tumbuh keyakinan pada agama Islam yang cukup bercahaya dalam hidup mereka. Kemudian mereka menikah dengan wanita-wanita suci. Bahkan Usman menikahi putri Rasulullah yang diakui dari keturunan terpelihara.

Carilah jodoh di ruang penantiannya. Bukan di wadah yang terlalu berbau dunia. Ketahuilah, kedekatanmu dengan seorang insan yang penuh perhatian padamu siang malam, bahkan sudah sangat dekat dengan masing-masing keluarga, itu bukan otomatis jodoh yang tepat bagimu. Jodoh yang dituntun oleh Rasulullah adalah mereka yang memiliki akhlak terpuji dan jiwanya tenteram ketika dipandang. Bila sifat tersebut telah ada, sungguh ini nilai tambah bagimu untuk lebih yakin bahwa dialah jodoh yang tepat.

Ingat, jodoh yang harus jadi nomor satu adalah dia yang menomorsatukan Allah. Tidak merampas hak untuk cinta kepada Allah, lalu memberikannya kepada manusia. Hal apa pun yang terbaik adalah yang paling mengutamakan Allah di atas segalanya.  Kecantikan itu petaka bila tidak dipagari agama. Karenanya, cantik saja tidak cukup sebagai pilihan jodoh, namun nilai agama harus terpancar dalam aplikasi hidupnya.

Ingat, agama itu adalah keyakinan, maka yang engkau peroleh hari ini wajib diyakini sebagai hakmu. Bila calon yang menghampirimu sangat meyakinkan hati sebagai imam atau isteri yang tepat, semua itulah takdirmu. Keyakinan tidak mampu merobohkan keraguan, dan iringi keyakinan itu dengan doa serta salat istikharah.

Jodoh itu tidak bisa ditolak meski engkau membencinya, dan belum tentu dapat dimiliki meski mendambakannya. Inilah takdir, sebagaimana tercantum dalam hadis, “Ketika ditiupkan ruh pada anak manusia tatkala ia masih dalam perut ibunya sudah ditetapkan ajalnya, rezekinya, jodohnya dan celaka atau bahagianya di akhirat.”

Jodoh yang baik adalah jodoh yang disukai agama, masing-masing calon, dan disukai pula oleh kedua pihak. Perpaduan keyakinan antara calon pengantin dengan keluarga akan memberikan keputusan yang tepat untuk mendapat jodoh ideal yang lahir setelah musyawarah. Perkara apa pun akan lebih sempurna bila dilalui dengan musyawarah.

Firman Allah dalam surat Ali Imran; 159, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Maksud ayat di atas urusan peperangan dan hal-hal duniawi lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya. Termasuk dalam hal muamalah pernikahan. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Umatku tidak akan sepakat dalam hal keburukan. Bila terjadi perselisihan, maka ikutilah mayoritas muslim”, (HR. Ibn Majah).

Jodoh yang baik pula harus dipandang menurut tradisi. Dalam adat yang makruf diketahui bahwa jodoh baik kerap didapatkan dari guru pengajian atau pilihan orang tua. Bahkan adat pun bisa menjadi sebuah hukum. Sesuai dengan kaidah fikih, al-‘Aadatul muhakkamah,  artinya adat itu bisa menjadi hukum.

Sebuah riwayat mengisahkan, seorang pemuda tanpa sengaja memakan buah yang jatuh dari pohonnya. Pemuda itu merasa bersalah telah memakan tanpa izin pemiliknya. Ia merasa berdosa telah makan barang curian, benda hasil perbuatan riba. Belakangan ia mengetahui pemilik pohon jambu tersebut. Ia mohon maaf dengan sungguh-sungguh sebab telah memakan jambu tanpa izin dari pemilik kebun.

Saya tidak akan memaafkan perbuatanmu”, kata pemilik kebun.

Sang pemuda merasa resah telah makan harta yang akan merusak hidupnya. Berkali-kali permintaan maaf ia sampaikan, tetapi tidak pula mendapatkan kata maaf. Kata pemilik, “Saya akan memaafkanmu dengan satu syarat”. Sekejab hati pemuda itu berbunga-bunga. Ia bahagia akan dimaafkan kesalahannya. Lalu bertanya, “Apa persyaratan itu?”. Si pemilik berkata, “Engkau mesti menikahi putriku yang buta, tuli, bisu, dan lumpuh.

Sang pemuda merasa keberatan. Ia tidak bisa membayangkan mendapatkan seorang isteri dengan fisik serba kekurangan. Tetapi ia lebih merasa khawatir bila siksa neraka meremukkan tubuhnya hanya disebabkan sesuap makanan haram.

Akhirnya pemuda itu menerima tawaran pemilik kebun. Mereka menyepakati pertemuan berikutnya di rumah orang tua si gadis cacat. Hari-hari yang dilalui pemuda itu diselimuti kegelisahan sampai tiba jadwal pertemuan. Ia datang ke rumah pemilik buah. Ketika tiba di rumah ia melihat sosok wanita cantik bak bidadari. Hatinya disulap jadi bahagia. Ia tidak menyangka anak pemilik pohon jambu sangat cantik.

Ia beranikan diri untuk bertanya, “Mengapa ayahmu berkata anak gadisnya buta, tuli, bisu, dan lumpuh.

Sang gadis berkata, “Saya memang tuli, karena tidak pernah mendengar suatu hal haram. Bisu, karena tidak pernah berkata bernilai haram. Buta, karena tidak pernah melihat yang haram dan lumpuh karena tidak pernah melangkah pada perbuatan haram.

Pemuda itu bahagia tiada tara. Hatinya subur bagaikan bumi disaram hujan. Akhirnya mereka pun dinikahkan. Ketahuilah, pernikahan mereka melahirkan seorang anak yang masyhur di kalang umat Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi.

Inilah ciri-ciri jodoh yang baik, salih dan salihah. Perkara kecil saja ia sangat takut mendapatkan murka Allah, apalagi melakukan dosa besar. Padahal apalah arti sebuah jambu yang jatuh sendiri dari pohon yang belum tentu dimanfaatkan pemiliknya.

Orang tua pun jangan terlalu memilih ketika anak gadisnya berkenan dengan pemuda salih walau tidak berpenghasilan tetap. Kondisi seperti ini biasanya membuat anak membangkang pada orang tua. Sebab ketulusan cintanya pada pemuda, tetapi tidak direstui orang tua. Antara orang tua dan anak juga harus saling memahami kondisi agama calon, jangan melihat pada status sosial semata.

Terimalah mereka. Mungkin ia tidak sehebat pasangan dambaan banyak orang. Tetapi bisa jadi bersamamu ia akan berubah lebih dari super hero. Mungkin ia tidak terlihat tampan, tetapi ketika bersamamu ia mampu memcerahkan jalan hidup bagimu.

Ketahuilah, jodoh tidak bisa dipaksa, tidak dapat ditebak, dan tidak mampu diramal. Jodoh itu hanya ada dalam ilmu Allah. Bila sudah ditakdirkan jodoh, walau ia jauh, akan mendekat. Walau pun sejengkal, ia akan menjauh.

1 comment:

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.