Oleh: Abu Teuming
Ketua FKPAI Aceh dan Mantan Ketua Umum Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie
HARI raya menjadi momen penting bagi semua umat Islam. Betapa tidak, setiap hari raya, selalu ada kebahagian yang mereka dapatkan, selain menanggung kesedihan. Ya, kebahagian saat mudik dan bertemu keluarga, serta kesedihan bagi mereka yang tiada lagi orang tua atau keluarga dekat.
Hari raya, baik Iduladha dan Idulfitri, kedua hari besar umat Islam ini memiliki makna tersendiri. Terutama makna dalam kehidupan sosial. Pada hari raya, para perantau kembali ke kampung halaman. Mereka pulang dari kejauhan, demi berkumpul dengan keluarga yang lama ditinggalkan. Entah itu merantau dalam rangka mencari rezeki, atau merantau sebab menuntut ilmu di dayah dan kampus.
Mereka pulang, ada rindu yang dipendam. Rindu berat, melebihi beratnya rindu Dilan. Memang tidak mudah melupakan kampung kelahiran. Tempat bersenda gurau bersama teman kala kecil. Bagi pria, tempat bermain bola tiap sore, sekaligus tempat yang memiliki cerita indah nan sulit dilupakan.
Santri bertamu
Para penuntut ilmu, khususnya santri, punya cara tersendiri melewati lebaran dengan momen berharga, seperti berkumpul dengan keluarga, bersua dengan teman, dan hal yang tidak diabaikan oleh santri adalah berkunjung ke rumah guru. Dalam bahasa mereka disebut "jak bak guree."
Tradisi bersilaturahmi ke rumah guru telah lama hidup dalam tatanan sosial masyarakat Aceh. Pada tingkat paling rendah, khususnya di daerah yang kental nuansa kampung, tradisi berkunjung ke rumah guru masih tetap bertahan.
Anak-anak setingkat Taman Pendidikan Alquran (TPA), dalam bahasa kampung disebut "balee beut". Para santri imut ini akan mendatangi rumah guru pengajiannya, baik datang bersama teman satu tempat pengajian, atau teman kelas di dayah.
Ada pula yang datang bersama keluarga, sebab orang tua santri juga ingin bertamu pada guru yang telah membimbing anaknya. Apalagi saat hari lainnya terkendala jarak dan sibuk dengan kegiatan pribadi. Jadi minimal dapat berkunjung saat lebaran. Toh kunjung mengunjung juga anjuran inti dalam Islam.
Biasanya, usai salat Iduladha, anak-anak pamitan pada orang tua untuk bertamu ke rumah guru. Tiap bertamu, santri perempuan membawa kue ala kadar, kue khas Aceh seperti loyang, bhoi, keukarah yang dalam bahasa humor disebut kue umpung merik . Sebab kuenya mirip sarang burung yang dibuat di daun kelapa. Kue yang tidak boleh diabaikan adalah timphan asoe kaya. Merupakan menu yang wajib ada di setiap rumah orang Aceh kala menyambut lebaran.
Memang, anak-anak balai pengajian tidak dibarengi salam tempel untuk gurunya. Toh guru tidak mengharapkan itu. Yang menjadi cita-cita guru adalah para muridnya mumpuni dalam ilmu agama, dan datang bersilaturahim ke rumah guru saat lebaran. Sebab, hal itu akan jadi wujud keberhasilan guru mendidik adab bagi murid, serta keberkahan ilmunya.
Sisi lain, ada kelas tinggi, yaitu kelas santri yang sudah usia 16 tahun ke atas, atau usia layaknya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) hingga usia paling tua sekali pun. Santri kategori ini, cara bersilaturahmi ke rumah guru agak berbeda dengan anak tingkat TPA.
Lumrahnya, santri yang khusus mondok di dayah-dayah skala besar, seperti MUDI di Bireuen, Darul Huda di Aceh Timur, Darul Munawwarah di Pidie Jaya, bahkan dayah yang jumlah santrinya 50 orang sekalipun. Konsep kunjungan mereka berbeda dengan anak sekelas TPA (balee beut).
Bagi santri yang telah berumah tangga, cara bersilaturahmi juga beda. Mereka datang membawa istri atau suami, bahkan membawa anak bila telah diberikan keturunan.
Mereka yang memang terikat dengan dayah, tidak pernah melupakan guru pada hari lebaran. Walau sibuk berkumpul dengan keluarga, namun kesempatan bertamu ke rumah guru tidak ingin ketinggalan. Entah itu datang hari pertama, hari kedua hingga fase lebaran terasa sepi.
Santri dayah skala besar, walau guru jauh dari kediamannya, para santri akan menyepakati hari berkunjung, dan berkumpul di satu titik, lalu menyambangi rumah guru bersama-sama dengan buah tangan bermacam ragam.
Penulis kerap menyaksikan santri demikian. Entah itu lelaki, atau perempuan. Mereka datang dari berbagai kabupaten/kota di Aceh, berkumpul di lokasi yang disepakati, lalu mendatangi gurunya. Mungkin, ini juga momen bagi mereka untuk bermain ke rumah teman, sebelum mereka kembali ke penjara suci (dayah) pascalibur hari raya.
Bagi santriwati, biasanya membawa kue khas, sebagai buah tangan bertamu. Sedangkan santriwan, lebih sering membawa amplop berisi rupiah. Sebab para pecinta sarung ini akan canggung bila membawa kue layaknya perempuan.
Pemberian itu wujud terima kasih mereka pada guru, yang telah membimbingnya hingga mengenal Allah serta mampu membedakan halan dan haram.
Misi terselubung
Terkadang ada misi terselebung dibalik kedatangan santri ke rumah, meskipun datang dari tempat yang jauh, yaitu misi menyampaikan hajat berumah tangga. Lebaran memang kerap dimanfaatkan oleh santri untuk mohon izin untuk menikah, serta mohon doa restu dari guru yang selama ini telah mendidiknya. Momen tersebut menjadi detik-detik menegangkan bagi mereka, namun ada rasa bahagia yang terselip.
Guru, akan mencari tau sedetail mungkin tentang sosok pria atau perempuan yang akan mendampingi muridnya. Sebab guru pengajian tidak akan membiarkan muridnya jatuh pada hati yang salah, yang tidak menjunjung tinggi nilai keagamaan.
Ini lah tradisi santri yang jarang dilakukan nonsantri. Guru pengajian bukan hanya mentransfer ilmu pada murid, tapi memberikan gambaran konkrit terkait pasangan ideal yang cocok dijadikan ratu atau raja rumah tangga. Bahkan menjodohkan muridnya dengan sosok yang menurut guru pantas diidamkan.
Rasa tidak putus hubungan antara guru dan murid merupakan anjuran Islam. Konon dalam syair Aceh kerap terdengar, "Poma ngoen ayah lhee ngoen guree, ureung nyan ban lhee meubek ta dhoet-dhoet. Meunyoe na salah meuah ta lake, beu miyup ulee ta seumah bak tu oet, (ibu dan ayah, serta guru jangan dimarahi. Jika ada salah, segera mohon maaf dengan sungguh-sungguh)".
Selamat Iduladha 1444 H. Semoga amal kita diterima Allah, dan yang lajang segera bertemu jodoh.
Subhanallah luar biasa ustadz... sangat menyentuh hati...untung saya sudah berkeluarga, kalau tidak....
ReplyDelete