Menyambung kisah sebelumnya, dengan judul Muhammad Alfatih Bocah yang Tak Buang Sampah Sembarangan. Dapat diakses pada link: https://www.abuteuming.com/2022/12/muhammad-alfatih-bocah-yang-tak-buang.html
Artikel ini membahas kisah lanjutan Muhammad Alfatih (bocah tiga tahun) dengan topik berbeda, namun masih pada hari yang sama dan momen yang sama, Minggu, 27 November 2022.
Saat tiba di Pasar Al Mahirah, Lamdingin, Banda Aceh, ayah Muhammad Alfatih hendak membeli sayur untuk adiknya, Khawla Arrumaisha, yang masih berusia tujuh bulan.
Ayahnya menghentikan laju kendaraan di dekat Musala Pasar Al Mahirah, untuk parkir sepeda motor.
Ketika masuk pasar, ada kakek yang duduk di pintu, memegang tongkat dan botol air mineral bekas. Tampaknya, ia mencari sedekah pada orang yang keluar masuk gedung pasar itu.
Alfatih dan ayah terus melangkah, masuk pasar, tanpa memberikan sesuatu pada sang kakek. Namun Alfatih memperhatikannya. Sambil jalan ia memalingkan muka ke arah kakek, menatapnya. Usai belanja, tak lama berselang, mereka keluar.
Saat keluar, melintasi di depan kakek, Alfatih menarik tangan ayahnya sambil berteriak pelan dan menunjukkan tangan ke arah pria itu.
Ayahnya sangat paham maksud Alfatih, ingin meminta uang untuk disedekahkan pada kakek. Namun, ayahnya terus berjalan, sedangkan Alfatih menarik ayah dengan kuatnya, sambil merengek minta uang, agar dimasukkan dalam botol yang dipegang kakek. Sang kakek terus melihat, menatap gelagat Alfatih.
Ayah terus berjalan ke halaman, tempat motor diparkirkan. Alfatih mengikuti, dengan nada masih merengek, bahkan hampir menangis seraya memohon diberikan uang.
Seketika, ayahnya jongkok, memegang kedua bahu Alfatih sambil bertanya, "untuk apa sedekah ke kakek?"
"Biar kakek itu beli obat, biar bisa jalan. Beli makan lagi," jawab Alfatih kepada ayah yang mendekatkan kupingnya ke mulut Alfatih, agar terdengar jelas, sebab suara bising di pasar menganggu komunikasi mereka.
Akhirnya, ayah menyerahkan uang kertas. Alfatih pun lari sambil senyum, menuju tempat kakek duduk, lalu menyerahkan sedekah.
"Ayah, kita sayang kan sama kakek itu," ujar Alfatih setelah menyerahkan sedekah ala kadar.
Keadaan ini sengaja dilakukan ayahnya. Bahkan ayahnya sengaja bertanya tujuan diberikan sedekah. Agar Alfatih lebih memahami dan bisa berpikir untuk membantu orang yang membutuhkan.
Sejak kecil, Alfatih memang sudah dilatih untuk memberikan sedekah bagi orang yang butuh, walau jumlahnya sedikit. Bahkan, setiap mereka ke masjid, atau tempat lain yang terlihat tabungan amal, orang tuanya langsung memberikan uang pada Alfatih agar dimasukkan ke kotak amal.
Pernah, ayah bersama Alfatih melintasi jembatan Lamnyoeng, menuju Darussalam. Biasanya, di sebelah timur jembatan ada seorang ibu, yang duduk di ujung jembatan, di tepi jalan. Masyarakat yang kerap lintas kawasan itu pasti kenal dan sering melihat, seorang ibu yang menunggu pengguna jalan untuk memberi sedekah padanya. Meskipun matanya tidak bisa melihat, ia sabar menanti orang baik hati berhenti di depannya, menyumbangkan uang padanya.
Saat ayah dan Alfatih hendak bersedekah, ayahnya menghentikan sepeda motor jauh dari sang ibu duduk, sekitar lima meter. Ini disengaja oleh ayahnya, supaya Alfatih berjalan kaki, meski sedikit jauh, untuk memberikan sedekah pada yang butuh. Konsep tersebut, supaya Alfatih terbiasa dan ketika dewasa menjadi orang dermawan, yang mencari orang membutuhkan uluran tangan.
Ketika mendekati ibu itu, ayahnya berjalan di belakang, mengikuti Alfatih yang baru berusia kurang dua tahun. Ayahnya meminta sang ibu mendoakan Alfatih agar jadi anak salih. Mendengar dan mengetahui seorang anak sedang meletakkan uang di tangannya, sang ibu meraba tangan Alfatih. Lalu meraba badan hingga ke kepala, dengan penuh haru, ia mecium pipi dan kening Alfatih. Ayahnya memperhatikan sang ibu, mulutnya terus berdoa, "meutuah aneuk nyoe" dan doa liannya. Sementara dari matanya yang tertutup mengalir air. Sepertinya ia terharu.
Sebelum pergi, ayah menitip pesan, doakan kami dan Alfatih jadi anak salih. Ayahnya yakin, dengan mata sang ibu yang tak bisa melihat dunia ini, tentu terpelihara dari dosa mata dan maksiat. Tertutup matanya belum tentu tertutup hatinya untuk selalu taat pada Allah dan menjadi manusia yang cintai khalik, sehingga doanya tanpa hijab.
Nilai lain yang ingin ditanamkan ayahnya, agar Alfatih tak merasa sombong, memberikan sedekah tanpa turun dari kendaraan dan mematikan mesinnya, apalagi menghentikan kendaraan tepat di depan sang ibu tersebut duduk.
Hal-hal seperti ini dibiasakan sejak Alfatih masih bayi, ketika masih belum memahami apa yang dilakukan dan maksudnya.
Berkah... terus web ya
ReplyDeleteSiap ustaz Bur. terima kasih
Delete