E-PA Menuntut Penyuluh Melek Teknologi dan Giat Menulis

Share:



Amiruddin (Abu Teuming), Penyuluh Agama Islam Non PNS pada KUA Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Penyuluh Informasi Publik Kemkominfo RI. Youtuber, Blogger, dan mentor menulis

PENGABDIAN pada negara, seperti dilakukan abdi sipil negara (ASN) yang gaji bulanannya dibayar negara tentu harus memenuhi beban kerja, lalu dilaporkan kepada negara lewat atasannya.

Demikian pula Penyuluh Agama Islam, baik status PNS atau Non PNS, diwajibkan membuat laporan setiap kegiatan di lapangan.

Sebelumnya, laporan penyuluh agama dalam bentuk manual, fisik. Sejak Januari 2022, Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) resmi meluncurkan dan mewajibkan penyuluh agama untuk meng-upload laporan di elektronik Penyuluh Agama (e-PA). E-PA merupakan aplikasi berbasis web, sebagai wadah penyuluh melaporkan setiap kegiatan di lembaga binaan.

Bagi sebagian penyuluh, e-PA bukan masalah serius, tak ada kendala dalam pengisian, termasuk penyiapan dokumennya.

Sebaliknya, bagi sebagai penyuluh lainnya, kehadiran e-PA menambah beban, sebab sulit meng-upload data laporan. Bahkan ada yang tidak ramah terhadap gadget dan produk teknologi yang berkaitan dengan androit.

Kompetensi penyuluh

Perlu diakui, e-PA, secara tidak langsung menghendaki beberapa komptensi yang harus dimiliki penyuluh agama. Dilihat dari berkas laporan yang perlu disiapkan dan diisi ke e-PA, maka jelas ada hal-hal penting harus mampu dikuasai penyuluh.

Pertama foto penyuluhan wajib di-upload ke e-PA. Foto, tidak semua jenis dan ukuran bisa diisi ke aplikasi tersebut. Maksimal 500 KB. Penyuluh harus mampu mendeteksi ukuran dan jenis foto. Bila ukuran file foto terlalu besar, maka penyuluh perlu mengecilkan ukurannya. Di sini, penyuluh dituntut untuk mampu membesarkan dan mengecilkan foto dengan fasilitas teknologi yang ada, baik secara manual, atau menggunakan link kompres gambar di internet. Jika tak dilakukan penyesuaian file, maka foto tidak bisa di-upload ke aplikasi.

Penulis yakin, penyuluh agama generasi muda, alias kaum milenial sangat paham dengan teknik mengolah foto tersebut.

Kedua video. Video termasuk berkas penting yang harus di-upload. Namun, yang di-upload ke e-PA adalah link video, buka videonya. Untuk mendapatkan link, video mesti diunggah ke media sosial milik lembaga binaan atau milik privasi penyuluh, seperti facebook, instagram, dan paling populer di youtube.

Andai tidak di-upload ke media sosial tersebut, tentu link tidak dapat diperoleh. Tetapi, link yang paling bagus dimasukan ke e-PA bersumber dari youtube. Bukan link facebook dan instagram. Sebab meng-upload video ke youtube akan terlihat kinerja lebih profesional, dibandingkan akun medsos lainnya.

Di mesin pencarian youtube, netizen dapat mencari video sesuai judul dan keinginannya. Sedangkan di facebook dan instagram, tidak dapat dicari seperti di platform youtube. Jika bisa dicari, itu hanya orang tertentu yang memang punya teknik khusus untuk mendapatakan video sesuai selera di facebook.

Terkadang, ada segelintir penyuluh tidak peduli di paltform mana video dipulikasi. Bagi mereka, yang penting ada link untuk laporan. Terlepas ditoton oleh masyarakat luas atau tidak. Bahkan ada yang merasa malu mempublikasi ke media sosial, lantaran tidak percaya diri jika ditonton khalayak ramai. Padahal, misi Menag RI mengoptimalkan fungsi penyuluh lewat medsos dan digitalisasi untuk memperluas informasi, supaya bisa diakses siapa pun. Kondisi ini, perlu pertimbangan lebih dalam dan serius oleh penyuluh.

Masih dalam pembahasan berkas video. Hal yang mesti bisa dilakukan adalah membuat akun youtube, yang disebut channel. Untuk membuat akun youtube, penyuluh juga harus mampu membuat email, atau menggunakan email yang sudah ada. Tanpa email, channel youtube tidak bisa dibuat. Termasuk yang harus dikuasai adalah cara mengoperasionalkan email. Sebab saat meng-upload video ke youtube, wajib terbuka email. Jika belum login ke email, secara otomatis video juga tak bisa di-upload.

BACA JUGA: https://www.abuteuming.com/2021/10/penyuluh-agama-menyelami-lautan.html

Selanjutnya, video yang akan di-upload ke channel youtube, sebaiknya diedit terlebih dahulu. Karena, dalam rekaman video, terkadang tidak semua pantas di sebarkan ke youtube, misal ada narasi dakwah kadang dapat membuat perpecahan umat, atau dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Maka video mentahnya perlu diedit, dalam bahasa lain disebut sensor.

Sensor video sangat penting, sebab penonton akan tertarik melihat youtube jika kontennya menarik, jernih, dan suaranya jelas. Bahkan penonton sangat jenuh isi dakwah yang bertele-tele.

Supaya bisa sensor atau edit video, dibutuhkan aplikasi khsusus, seperti Filmora, PowerDirector, KineMaster, VivaVideo dan beragam aplikasi lain yang bisa digunakan di androit atau komputer.

Nah! Penyuluh harus mampu memahmi fitur diaplikasi edit video, terutama teknik memotong video yang dirasa perlu dibuang. Termasuk menambahkan teks untuk menampilkan judul kegiatan atau materi penyuluhan yang disampaikan pada audiens.

Selanjutnya, video yang telah disensor dan disimpan, baru dimasukkan ke youtube, kemudian diambil linknya untuk dimasukkan dalam laporan e-PA.

Perlu dipahami, mengedit video bukan tuntutan wajib. Hanya saja, untuk kesempurnaan video tentu harus diedit dan dipermak terlebih dahulu.

Ketiga, naskah materi. Artinya tulisan yang berkaitan dengan topik penyuluhan. Ditulis di Microsoft Word maksimal 5 MB, kemudian disimpan dalam bentuk PDF, bukan bentuk Microsoft Word atau foto materi yang dibuat dalam bentuk PDF.

Di sini, penyuluh agama dituntut menulis, per laporan satu tulisan.  Menulis berada antara gampang dan susah. Sebagian penyuluh, mungkin mudah, termasuk mudah mendapatkan tulisan orang lain di internet.

Menulis materi penyuluhan tentu bukan satu atau dua paragraf, yang bisa ditulis oleh semua orang. Tetapi lebih dari itu, minimal satu halaman di microsoft word, atau setara dengan 300 kata.

Memang menulis 300 kata tidak mudah. Perlu analisa dan latihan rutin, agar ide dapat ditulis secara mengalir dan mudah dipahami pembaca, bukan sekedar dipahami penulis.

Sebenarnya, menulis 300 kata itu belum sebanding dengan durasi penyuluhan yang rata-rata satu jam atau kurang dari itu. Tulisan 300 kata selesai dibaca dalam waktu lima menit. Artinya penyuluh hanya melakukan penyuluhan lima menit, sesuai naskah materi yang ditulis.

Sebenarnya, tidak demikian juga cara menganalisa. Karena, pada naskah materi bisa ditulis pembahasan singkat dan inti bahan penyuluhan. Paling tidak menulis dua halaman, atau 500 kata.

Mengingat pesan Analis Kebijakan Ahli Muda Subdit Penyuluh Agama Islam Kemenag RI yang juga admin pusat, Alif Purwoko bahwa naskah materi yang bagus akan dikumpulkan, dan diterbitkan jadi buku sebagai pedoman penyuluhan.

BACA JUGA: https://www.abuteuming.com/2019/10/penyuluh-agama-islam-juru-damai.html

Nah! Jika ini terjadi, sangat rentan bila penyuluh agama mengambil materi di internet, lalu dilaporkan ke e-PA sebagai bahan tulisan yang ditulis sendiri. Ini tentu sangat rentan terhadap plagiasi, bahkan bisa berujung pidana jika mengambil gak cipta orang lain yang diakui sebagai karya sendiri.

Menulis itu yang diperlukan kemampuan menganalisa sebuah topik yang dikaji. Tentunya analisis tersebut lahir berdasarkan wawasan dan bacaan seorang penulis. Saya kira, Penyuluh Agama Islam punya wawasan luas tentang ilmu keislaman dan ilmu umum, termasuk memahami keadaan sosial. Terlebih mayoritas penyuluh sudah menyemat gelar sarjana (S1), bahkan ada bergelar doktor (S3). Karenanya, tidak sulit menulis apa yang ada dalam pikiran. Hanya saja butuh kebiasaan dalam merangkai kata hingga berbentuk tulisan utuh.

Demikian beberapa kompetensi yang semestinya dikuasai oleh penyuluh, sebagai dampak kehadiran e-PA. Tentu ada keterampilan lain di bidang teknologi yang perlu dipahami, sebagai pendukung profesionalisme penyuluh yang disebut-sebut sebagai garda terdepan Kemenag RI.

Zaman now, semua kalangan dituntut melek teknologi, termasuk dalam dunia kerja yang terus bertransformasi ke dunia digital. Maka siapa pun, termasuk penyuluh harus beradaptasi dengan industri 4.0.

No comments

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.