Narkoba Tak Kenal Ramadhan

Share:

Abu Teuming; Penyuluh Agama Aceh Besar, pengurus Inspirasi Keluarga Anti Narkoba (IKAN)

RAMADHAN dikenal sebagai bulan mulia, sebab memiliki sejuta keistimewaan, yang tidak diperoleh pada sebelas bulan lainnya. Namun masih ada orang yang tidak menjaga keagungan bulan ini. Ada yang terjebak dalam pelanggaran syariat, bahkan ada yang sengaja menodai Ramadhan dengan perilaku mungkar. Sebut saja kasus yang menamakan diri konser amal di Banda Aceh, yang dihelat usai tarawih. Padahal cara mengumpulkan donasi jauh sekali dengan norma Islam, pada akhirnya nilai sakral Ramadhan luntur.

Penulis tidak membahas terlalu jauh terkait viralnya video konser amal pekan lalu. Ternyata di balik kesucian Ramadhan, ada orang yang belum insaf, belum totalitas memahami fungsi bulan berkah ini. Malah terdapat oknum melakukan kejahatan lebih parah dari sebelumnya.

Paling tidak, ada dua kasus miris yang terjadi di Aceh selama Ramadhan 2021, khususnya perkara mabuk-mabukan.

Kriminal pertama adalah tertangkapnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen, seperti diberitakan Serambi Indonesia, edisi 23 April 2021. Kasus ini membuat Aceh terhentak, bahkan disebut-sebut perbuatan memalukan negeri serambi mekah. Bukan hanya itu, ia juga pengendali segaligus pemilik narkoba. Fakta ini menjadi catatan penting bahwa kondisi peredaran narkoba di Aceh sudah melewati batas darurat. Orang terhormat yang semestinya melindungi rakyat, justru menjadi gembong penghancur generasi, lewat narkoba.

Rakyat harus jeli

Ke depan, rakyat harus jeli ketika coblos-coblos pada masa Pemilihan Umum (Pemilu) dan sejenisnya. Kandidat yang dipilih jangan hanya mempertimbangkan sisi tidak pernah terlibat korupsi atau sering membantu pencoblos. Tetapi juga memperhatikan ada atau tidak keterlibatannya dengan narkoba. Seberapa dekat dia dengan kegiatan keagamaan. Agar rakyat tidak kecolongan lagi meloloskan kandidat busuk ke bangku panas dewan.

Beruntung mereka tidak membuat regulasi halal narkoba atau minuman keras (Miras), dan itu mungkin sangat sulit terjadi di Aceh. Namun jangan merasa itu tidak mungkin, lihat kondisi Indonesia saat ini. Bermacam regulasi diciptakan oleh dewan dan kabinet kerja, yang ujungngya terkesan diskriminasi terhadap Islam dan orang yang anti komunis. Apalagi pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang terkesan pasal karet.

Kasus kedua, 2.5 ton sabu-sabu berhasil dihadang Polisi Republik Indonesia (Polri). Dari empat TKP, tiga lokasi penangkapan berada di Aceh, plus mayoritas yang tertangkap di Aceh. Bukan sedikit, 18 orang. Ini menandakan, penjahat narkoba di Aceh sangat banyak, merata di seluruh daerah.

Sebenarnya, jangan hanya melihat jumlah 2.5 ton sabu-sabu berhasil diungkap aparat, tetapi bagaimana pengedar dan bandar berani memasukkan sabu-sabu sebanyak itu ke Aceh. Mereka tidak pernah takut rugi finansial, sebab dalam sekejab barang haram ini bisa laku laris manis. Artinya generasi Aceh, Indonesia umumnya banyak yang membutuhkan benda ini.

Peran orang tua

Realita ini tidak mampu dikendali polisi dan pemerintah semata. Namun perlu peran aktif orang tua, yang kesehariannya berinteraksi dengan anak. Allah berpesan dalam al-Kahfi ayat 46, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Dalil tersebut sudah cukup sebagai bukti bahwa orang tua madrasah awal dan akhir dalam mendidik anak. Anak tidak akan mencapai derajat perhiasan bila pengawasan dan pendidikan tidak diberikan secara totalitas. Sebaliknya, mereka akan jadi racun, yang dapat merusak dan dibenci umat.

Kondisi Aceh kini sangat miris, orang tua harus tingkatkan level pengawasan terhadap anak. Jangan hanya mengandalkan mereka telah mendapatkan pendidikan di sekolah atau dayah. Tetapi harus ada absen rutin terhadap setiap kegiatan anak, terutama di luar rumah.

Melihat keadaan Aceh saat ini, sudah masuk level poh droe keu droe . Satu pihak memperbaiki bangsa lewat lahirnya generasi cerdas dan berakhlak. Pihak lain justru menjerumuskan anak bangsa dalam lembah hitam narkoba.

Pelanggaran agama dan konstitusi negara ini tidak dilakukan kecuali orang-orang keji, yang rakus harta, ingin kaya mendadak tanpa kerja keras.

Mereka adalah orang-orang yang menopang hidup dari penjualan narkoba. Tidak ada misi untuk kemajuan Aceh, yang terpikir hanya kemewahan diri dan keluarga, terlepas halal atau haram.

Sadisnya lagi, pengendali narkoba juga termasuk warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Penulis kira ini wajar, dalam catatan saya, lebih kurang 600 warga binaan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kajhu, mayoritas kasus narkoba. Demikian pula Lapas Lambaro, 400 dari 600-an orang adalah kasus narkoba. Data yang lebih akurat didapatkan dari Dirjen Pemasyarakatan, ada 250 ribu warga binaaan di Indonesia, 135 ribu berkasus narkoba, artinya 54% mereka terlibat penyalahgunaan narkoba.

Jangan heran jika narkoba hampir setiap saat masuk Lapas dan Rutan. Kerap sekali polisi menemukan narkoba masuk penjara dengan berbagai modus. Mungkin karena warga binaan masih membutuhkan barang itu, sehingga pasar narkoba di Aceh masih menjanjikan.

Keterlibatan mereka dalam jaringan narkoba bukan tanpa alasan, justru perdagangan sabu-sabu tergolong bisnis menggiurkan, dengan cara kerja yang terbilang santai dan berbekal keberanian. 

Atas dasar prinsip ini, mereka sudah mampu meraut untung besar, jika berhasil lolos. Lewat bisnis ini, bandar bisa kaya mendadak dan bisa koleksi pajero sport. Namun akan binasa bila tercium jejak oleh aparat.

Semestinya, keberanian rakyat Aceh yang dikenal tempo dulu bukan dalam urusan narkoba dan merusak anak bangsa. Tetapi gagah berani dalam hal melawan penjajah, yang semena-mena terhadap hak hidup mereka dan agama Islam.

Ada baiknya, keberanian orang Aceh jangan disalahgunakan, harus memberikan manfaat positif untuk Aceh dan dunia. Lihat saja keberanian GAM, hanya berjumlah ribuan orang, mereka berani melawan Indonesia dengan senjata seadanya. Tetapi keberanian ini berdampak baik bagi Aceh. Walau pada masa konflik banyak jatuh korban. Sekarang Aceh dikucurkan dana otonomi khusus (Otsus) dan hak menerapkan syariat Islam. Meskipun praktik hari ini telah keluar dari misi perjuangan duhulu, dan penggunaan Otsus tak tepat guna.

Nah keberanian seperti ini yang patut diacung jempol. Persoalan narkoba di Aceh tidak boleh dianggap sepele. Sebaliknya, narkoba harus dibenci oleh semua unsur, seperti membenci korupsi. Saat ini rakyat paling benci korupsi, karena pelakunya pejabat yang menguasai anggaran. Perkara narkoba juga harus diperlakukan sama. Nilai kerusakan sebab narkoba jauh lebih parah, bahkan dalam jangka panjang.

Mungkin sekarang remaja baru mencoba-coba narkoba. Ke depan mereka dalang penyebar, jika tidak berhasil dalam pendidikan dan pekerjaan halal. Sekali lagi, peran orang tua wajib ditingkatkan, berada di garis depan menjaga anak dari bahaya narkoba. Sedangkan aparat dan pemerintah hanya pendukung. Semoga Ramadhan 1442 berkah.

1 comment:

  1. The Best Online Sports Betting Sites of the Day クイーンカジノ クイーンカジノ 11bet 11bet fun88 soikeotot fun88 soikeotot 524Today's Best mlb Sure Bets - StillCasino.com

    ReplyDelete

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.