Istana Seribu Jendela

Share:

Istimewa

Chik Nurdin Ali, sapaan warga pada pria paruh baya, yang bermukim di Gampong Teungoh Drien Gogo, Pidie.
Rutinitasnya sebagai bilal meunasah. Menyapu halaman, dan membersihkan meunasah. Ia dihonor Rp 200 ribu per bulan. Walau kecil, ia ikhlas mengabdi di tempat ibadah.
Dengan honor itulah ia menghidupkan dua putranya, yang masih di bawah umur. Pria berumur 65 tahun ini tak mampu bekerja berat, lantaran tangan cacat, badan pun mulai lemah.
Yang amat menyayat hati, ia bersama putra yang masih belia, tinggal di gubuk kecil. Kondisi rumah cukup memprihatinkan. Hampir seluruh dinding dan atap terdapat lobang, sebab terbuat dari pelepah rumbia dan papan lapuk. Kala hujan, rumah berlantai tanah itu kerap digenangi air.

Istimewa

Realita tersebut membuat gadis dan pemuda Pidie terketuk hati. Sehingga berupaya menggerakkan massa, mencari donatur, mendongkrak orang-orang yang memiliki niat tulus untuk membantu sesama.
Aktivis cinta duafa ini tidak menuntut pejabat untuk membangun istana bagi kaum lemah. Sebaliknya, yang mereka dambakan, pemilik hati iba dan dermawan mau membantu Chik Nurdin, walau hanya sebungkus nasi, seribu rupiah.
Apalagi kini pemuda peduli duafa sedang mengumpulkan pundi-pundi rupiah, untuk membangun tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK) bagi Chik. Konon ia tak punya MCK khusus.

Istimewa
Mari! Ringankan beban saudara. Allah akan ringankan beban saudara. Bantu sesama. Allah akan bantu semua. Pertolongan Allah pasti ada. Meskipun ada orang tak menolong hamba-Nya.
Kehadiran tulisan "Istana Seribu Jendela", yang tayang di Harian Serambi Indonesia, Sabtu 28 November 2020, merupakan upaya mengajak umat untuk memperhatikan duafa, khususnya Chik Nurdin, yang anaknya kini putus sekolah.
Jangan pernah lelah membantu. Sebab Allah tak pernah bosan membalas.
Salurkan sedekah lewat rekening tertera di gambar.
*Abu Teuming

1 comment:

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.