Adat Peucicap Bayi

Share:

SERASA belum lengkap kebahagian suami istri sebelum kehadiran seorang anak, sang buah hati, penuai rindu, bunga mata dalam rumah tangga.

Kehadiran anak menjadi momen paling dinantikan. Saat Allah mulai memberikan tanda-tanda akan ada momongan, suami istri amat bahagia, dan mempersiapkan secara matang momen melahirkan. Bahkan pada masa-masa kehamilan kerap dilalui dengan adat-adat seperti tiga bulanan dan tujuh bulanan.

Ternyata dalam masyarakat Aceh tidak hanya ada adat masa kehamilan, tetapi masih banyak adat pascamelahirkan. Di Aceh ada banyak cara menyambut bayi baru lahir, seperti azan. Jika suami mampu, maka azan dikumandangkan oleh sang ayah si bayi. Andai ayah si bayi tidak bisa azan, maka dikumandangkan oleh siapa yang mampu.

Menjadi suami tidak hanya sebetas punya banyak uang hingga mampu menafkahi istri. Tetapi harus memiliki pemahaman agama, agar mampu mendidik keluarga. Setidaknya mampu azan ketika bayinya lahir dan menjadi teladan bagi istri serta anak.

 *_Peucicap_*
Sejujurnya, banyak adat Aceh yang melekat pada bayi baru lahir. Namun artikel mini ini hanya mengupas tradisi _peucicap_ .

Peucicap merupakan tradisi sakral yang masih kental dipraktikkan masyarakat Aceh, yang juga warisan nenek moyang bangsa Aceh. Tradisi ini sarat dengan nilai-nilai Islam, sehingga sangat menyatu dalam kehidupan umat Islam di Aceh. Banyak pula dalil yang mengisyaratkan sunat peucicap bayi baru lahir. Namun saya hanya menyebut satu dalil saja.

"Abu Musa berkata: suatu ketika saya memiliki anak baru lahir, kemudian saya datangi Rasulullah, lalu Nabi memberinya nama dan mentahnik dengan sebutir kurma", (HR. Imam Bukhari)

Peucicap merupakan istilah dalam bahasa Aceh. Dalam bahasa agama disebut tahnik, artinya mengunyah makanan, lalu dimasukkan ke mulut bayi hingga ke langit-langit mulutnya. Para ulama telah menjelaskan secara rinci metode tahnik.

Peucicap berarti mencicipkan makanan pada bayi. Baik makanan yang rasanya asin, asam, manis dan tawar. Dalam bahasa lain disebut _training_ makan, atau melatih bayi untuk makan selain Air Susu Ibu (ASI).

Lumrahnya peucicap dilakukan saat bayi berusia 7 sampai 44 hari. Paling dominan dipeucicap saat usia 7 hari, bersamaan dengan cukur rambut.

Beraneka ragam menu makanan yang dicicipkan pada anak baru lahir seperti madu asli, kurma, ayam panggang, air zamzam, dan bermacam buah-buahan segar seperti apel, anggur, jeruk, mangga dan pir.

Biasanya, buah-buahan dicampur dalam satu piring kecil, kemudian digiling hingga halus agar si bayi mudah menelannya tanpa mengunyah. Persis seperti nasi dicampur pisang yang kerap menjadi makanan bayi di kampung-kampung.

Peucicap dilakukan oleh tetua kampung yang sengaja diundang oleh ayah si bayi, seperti imam kampong. Ada pula yang melakoni peucicap adalah pimpinan-pimpinan dayah seperti Abu Kuta Krueng dan Abu Paya Pasi yang kerap dimintai peucicap bayi. Dipeucicap oleh ulama besar menjadi kebahagian tersindiri bagi orang tua bayi, juga mengharapkan berkah pada Allah melalui orang alim dan ahli ibadah.

Terkadang, setelah dipeucicap oleh imam kampong atau orang alim, juga dipeucicap oleh ayah si bayi. Dengan harapan sang ayah kelak memberikan makanan halal untuk anaknya, dan sang anak patuh pada orang tuanya. Serta tidak menuntut melebihi yang mampu diberikan oleh orang tua.

Sebelum sesi peucicap, bayi dibawa keluar dari kamar oleh ayahnya, sambil memberikan salam pada tamu dan aktor peucicap. Orang yang peucicap meletakkan bayi di depannya, selanjutnya mengumandangkan azan di telinga kanan, dan ditutup dengan iqamah di telingan kiri.

Setelah itu masuk fase peucicap. Tidak ada aturan baku menu apa yang harus diutamakan. Intinya peucicap makanan pada bayi hukumnya sunat.

Aktor peucicap mencelupkan jari tengahnya dalam piring berisi madu, lalu dimasukkan ke mulut bayi. Saat dipeucicap menu madu, orang peucicap berdoa agar si anak tidak diserang penyakit, sebab madu telah dijamin oleh Allah dalam Alquran sebagai penawar segala penyakit. Lewat madu pula, diharapkan si bayi saat dewasa selalu menjaga lisan, selalu betutur kata manis dan sopan, serta baik akhlaknya, seperti manisnya madu.

Lalu dipeucicap air zamzam, sambil dibacakan doa khusus minum air yang punya kaitan dengan Nabi Ismail dan Siti Hajar itu. Terkadang air zamzam telah dicampur bersama buah-buahan segar, yang telah digiling halus. Makanan yang telah digiling diambil dengan jari tengah, lalu disuap dalam mulut bayi, agar ia menghisapnya pelan-pelan, serta meletakkan di langit-langit.

Selanjutnya menu ayam bakar. Perlu diketahui, ayam bakar tidak disuap semuanya. Tetapi hanya sebagai isyarat saja. Saat disulang ayam, atau diletakkan di mulut bayi, si bayi didoakan supaya saat dewasa mencari rezeki yang halal lagi baik, dan hanya memakan makanan yang halal. Juga diharapkan si bayi supaya tidak berlebihan menyantap makanan. Artinya harus menghidupkan prinsip makan ketika lapar, berhenti sebelum kenyang.

Setelah peucicap, pemimpin ritual ini membacakan doa yang diaminkan oleh jamaah. Dengan harapan si anak menjadi hamba yang patuh pada Alllah dan Rasul-Nya, berbakti pada orang tua, dan mampu menghidupkan rasa sosial dengan masyarakat luas.

Terakhir, sang bayi digendong dan dibawa keliling di hadapan para jamaah yang hadir, sambil dibacakan salawat secara bersama-sama. Setelah sesi ini, maka berakhirlah ritual peucicap.

Momen penting pada tradisi peucicap bukan hanya ritual peucicap, tetapi sarat makna silaturahmi. Tetua kampung dan keluarga dari kedua pihak, baik ayah maupun ibu si bayi diundang bukan sekadar untuk makan-makan, tetapi juga membangun sikap saling melindungi, mengasuh, membimbing dan memahami bahwa si bayi merupakan bagian dari kaum kita. Itulah filosofi yang jarang dipahami oleh banyak orang.

Kaum milenial harus paham tradisi peucicap. Sebab ini merupakan budaya Aceh yang memiliki makna tinggi. Juga menjadi langkah awal mendidik anak menjadi generasi patuh agama dan negara. Walaupun saat dewasa si anak tidak sesuai dengan harapan ketika peucicap, setidaknya orang tua telah berusaha untuk kebaikan anaknya di masa depan.

Amiruddin (Abu Teuming) Penyuluh Agama Islam pada KUA Kec. Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Direktur lembaga Keluarga Sakinah Mawaddah dan Rahmah (K-Samara)

No comments

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.