Janji

Laili, seorang istri yang taat beragama, paling benci pada kemaksiatan. Bahkan, ia tidak suka pada seorang yang ingkar janji.

Setiap hari, ia selalu mengingatkan anak dan suaminya, agar selalu memenuhi janji yang pernah diucapkan. Ia ingin suaminya tak pernah mengkhianati janji dengan siapa pun, walau janji terhadap diri sendiri. Walau hanya janji sebutir padi.

Memang! Laili tak bisa hidup bila dirinya dan keluarganya masih larut dalam janji yang belum ditepati. Pernah ia bersujud sepanjang malam sebab merasa berdosa telah membunuh nyamuk yang menggigit pipi anaknya. Padahal, ia telah berjanji tidak akan membunuh makhluk Tuhan yang mencari makan.

Hari itu, Laili melihat suami sedang cemberut. Melihat gelagat aneh pada suami, membuat Laili ingin tahu tentang suami. Ia memaksa suami untuk curhat perihal yang dirasakannya.

Dengan berat hati, suami meceritakan hal yang menderanya selama ini. Terlebih ketika sang istri kerap mengingatkannya agar menepati janji, apa pun itu.

Ada tiga janji yang belum ia tunaikan, janji membahagiakan istri dan hutang pada tetangga.

Istri merasa sedih, sebab ternyata suaminya ada utang pada tetangga. Ia khawatir bila Allah mencabut nyawa suami, ada janji dan hutang yang belum ditepati.

"Katanya ada tiga janji, lalu satu lagi janji apa?", tanya istri sambil berupaya mendoakan agar suami segera menunaikan janji itu.

Dengan perasaan tertekan, hati gemetar, sang suami menjawab, "dulu, sebelum kita menikah, abang pernah berjanji pada kawan kuliah bahwa abang akan poligami, walau hanya dengan wanita tua."

Mendengar ucapan suami, hati istri bak disambar petir. Perih!

"Helleh! Nyan janji adak hana geutepati pih jeut chit" (Alah! Janji seperti itu kalau tak ditepati juga bisa), respon istri sambil cemberut.

* Oleh Abu Teuming