JERUK

Share:

Suatu ketika Umi pulang dari pasar dengan menenteng sekantong plastik transparan berisi jeruk. Tiba di gerbang rumah, Umi melihat ada anak-anak tetangga dan anaknya sedang bermain ria di teras rumah. Sejenak ia menghentikan langkah. Wanita berkulit putih itu mulai mencari jalan pintas. Ia hendak masuk rumah tanpa mencuri pandangan anak-anak. Umi pun melewati jalan belakang rumah, lalu masuk dari pintu dapur bak kilat menyambar.

JERUK

Anak-anak yang asik bermain tak sempat menoleh ke arah Umi. Dalam hatinya terlintas, "alhamdulillah, bocah-bocah itu tak mengetahu saya pulang dengan plastik berisi buah-buahan".

Ia menutup pintu perlahan, menghindari suara 'gruk'. Dari dapur Umi langsung masuk ke kamar beserta jeruknya. Abi yang dari tadi memperhatikan gelagat Umi spontan menggelengkan kepala. Lalu Abi ayunkan langkah menuju kamar mengikuti Umi. Ia menatap sang isteri yang duduk lesu di kasur.

"Duhai ibu dari anakku, mengapa engkau masuk rumah lewat pintu belakang dengan secuil jeruk itu?", tanya Abi halus.

Umi terdiam. Raut wajahnya seakan memikul bumi.

"Duhai ayah dari anakku. Aku khawatir anak kita dan anak-anak tetangga melihat apa yang daku bawa pulang dari pasar. Lalu mereka meminta jeruk ini", jawab Umi sambil mengangkat plastik jeruk di pangkuannya.

Abi merasa aneh dengan ucapan Umi. Dengan bahasa santun ia bertanya; "Mengapa sifatmu begitu duhai istriku?"

Umi menatap wajah suami. Di bola matanya mulai terlihat bola kristal. Tiba-tiba tangisannya pecah hingga terisak. Sentak saja Umi merangkul tubuh Abi dan memeluk erat. Suasana hening sejenak. Umi berusaha menenangkan diri. Dalam pelukan Abi ia berucap; "Duhai suamiku, bukan daku kikir tak ingin memberi jeruk itu pada anak-anak tetangga. Tapi daku sedih, sekantong jeruk yang ku bawa pulang adalah sisa-sisa jeruk busuk yang dibuang orang ke tong sampah. Aku mengambilnya sebab di rumah kita tak ada makanan sedikit pun yang bisa mengganjal perut ini."


JERUK

Tangisan Umi disambut dengan kesedihan Abi. Ia pun ikut menangis dengan cerita wanita pujaannya. Abi merangkul Umi sambil menatap wajah kusut isteri. Tangannya menyeka air mata yang mengalir di pipi Umi.

"Duhai isteriku, jangan khawatir dengan rezeki kita. Allah tidak akan menghinakan kita dengan kemiskinan ini", cetus Abi menghibur isteri.

-Abu Teuming. Penulis buku "Sepenggal Cerita di Lorong Pesantren".

No comments

Silakan beri tanggapan dan komentar yang membangun sesuai pembahasan artikel.